Pages

Sunday, June 13, 2010

Yonas Yang Setia - Jacob Grimm

Bernardo seorang raja tua yang sedang sakit payah. Ia sering berpikir, jangan-jangan ajal sudah hampir tiba. Suatu hari dia menyuruh pengawal memanggil Yonas pelayan yang sangat setia. Raja Bernardo sangat sayang kepadanya.

Setelah Yonas tiba di sisi tempat tidurnya, raja Bernardo berkata: “Yonas yang setia, aku merasa ajal semakin dekat juga. Tidak ada satu soal pun yang mencemaskan hatiku, kecuali puteraku. Dia masih begitu muda. Belum tahu lagi apa yang seharusnya dilakukan. Maukah kau menjadi ayah angkatnya? Kemudian sanggupkah kau mengajarkan padanya berbagai ilmu? Jika kau tidak berjanji, aku tidak bisa menutup mata dengan tenang.”

Yonas yang setia menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan dia, yang mulia. Aku akan melayaninya dengan setia sampai ajalku tiba.”

“Syukurlah,” kata raja Bernardo.

“Aku sangat terhibur mendengar jawabanmu. Biarkanlah aku sekarang menutup mata dengan tenang. Setelah aku wafat, perlihatkan padanya seluruh bagian istana. Kamar-kamar, bangsal, gudang dan semua harta benda kau perlihatkan juga. Tetapi kamar terakhir di lorong yang panjang jangan sekali-kali kau perlihatkan padanya. Di sana tergantung gambar Puteri Atap Emas. Kalau dia melihat gambar Puteri Atap Emas, cintanya akan berkobar-kobar. Anakku akan jatuh pingsan. Jiwanya pasti goncang. Hal itu sangat berbahaya.”

Setelah Yonas berjanji sungguh-sungguh akan mematui perintahnya, raja Bernardo menghembuskan napasnya yang terakhir.

Setelah jenazah raja Bernardo dimakamkan, Yonas mendekati raja muda. Martias namanya. Semua janji Yonas kepada raja Bernardo diceritakannya kepada raja Martias. Seluruhnya harus dipatuhi. Jika tidak, akan sangat berbahaya bagi raja Martias sendiri.

“aku akan setia pada janji itu,” kata Yonas.

“Dan aku akan selalu melayani tuanku dengan sepenuh hatiku. Seperti aku setia pada ayahanda tuanku. Aku akan setia sampai ajalku tiba.”

Setelah habis masa berkabung, Yonas berkata kepada raja Martias, “Sekarang sudah tiba waktunya tuanku menerima seluruh harta warisan dari raja Bernardo. Akan kuperlihatkan kepada tuanku seluruh bagian istana dan segala isinya.”

Yonas mengantar raja Martias berkeliling. Tidak ada yang tertinggal, kecuali kamar tempat gambar Puteri Atap Emas tergantung. Gambar itu digantung sedemikian rupa. Apabila pintu dibuka, setiap orang dapat melihatnya. Gambar Puteri Atap Emas sangat bagus. Orang yang melihat akan terkesan. Seolah-olah Puteri Atap Emas memang hidup. Dan tidak ada yang lebih indah daripadanya. Kamar yang satu itu mereka lewati. Raja Martias melihat muka Yonas.

Lalu bertanya, “Mengapa pintu kamar yang satu itu tidak kau buka bagiku, Yonas?”

“Sebab, di dalamnya ada sesuatu yang akan mengejutkan tuanku,” jawab Yonas dengan hormat.

“Seluruh istana dan isinya sudah kulihat,” kata Martias pada Yonas.

“Sekarang aku ingin tahu apa isi kamar yang satu lagi. Kalau perlu aku akan membuka kamar itu dengan paksa.”

Yonas yang setia berkata, “ Maaf, tuanku. Aku telah berjanji kepada ayahanda tuan sebelum dia wafat. Apa yang tersembunyi di dalamnya tidak akan kuperlihatkan kepada tuanku. Demikian janjiku dulu kepada ayahanda tuanku. Kalau sampai kamar kubuka, tuanku sendiri dan aku akan di timpa bahaya besar.”

“Kalau tidak diizinkan masuk ke sana, aku akan menjadi sangat sedih karenanya. Bila tidak melihat dengan mata kepala sendiri yang tersimpan di dalamnya, aku akan gelisah siang dan malam. Aku tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kau membukakan pintunya,” kata raja muda.

Yonas yang setia tidak berhasil membujuk Martias. Dengan hati berat ia mencari kunci kamar yang dimaksudkan raja muda. Begitu pintu kamar terbuka Yonas masuk lebih dulu. Ia mengharap dapat menghalangi pandangan raja Martias. Supaya raja tidak melihat gambar Puteri Atap Emas.

Tetapi usaha Yonas sia-sia belaka. Raja berjingkat dan melihat gambar Puteri Atap Emas lewat bahu pelayannya. Baru saja melihat gambar yang tergantung di sana, raja Martias menjadi pusing. Emas, intan yang gemerlapan pada gambar Puteri Atap Emas menyilaukan matanya. Kemudian dia jatuh pingsan.

Yonas yang setia segera mengangkat raja ke atas tempat tidur. Dengan cemas Yonas berpikir, “Bencana sudah terjadi sekarang. Apalagi akibat yang bakal terjadi nanti?”

Sambil berpikir begitu, Yonas memberikan anggur kepada raja. Beberapa saat kemudian raja sadar kembali. Ucapan pertama yang keluar dari mulut raja adalah, “Wajah siapa gerangan pada gambar seindah itu?”

“Gambar Puteri Atap Emas,” sahut Yonas.

“Aku sangat mencintainya,” kata raja Martias pula.

“Seandainya semua daun pohon mempunyai lidah, belum cukup untuk menggambarkan betapa agung cintaku kepada Puteri Atap Emas. Aku mau mempertaruhkan nyawaku guna memilikinya.”

Yonas yang setia mengalami kesukaran untuk memecahkan masalah yang baru terjadi. Mendekati Puteri Atap Emas adalah pekerjaan yang sulit.

Setelah menemukan suatu jalan keluar, Yonas berkata kepada raja Martias, “Segala sesuatu, sekeliling puteri terbuat daripada emas. Meja-meja, kursi-kursi, piring dan mangkuk dari emas semua.

Di dalam gudang harta tuanku, tersimpan lima ton emas. Suruhlah orang membuat berbagai benda dari kepingan-kepingan emas. Misalnya menjadi burung emas atau binatang-binatang lain, seperti dalam cerita dongeng yang aneh-aneh. Puteri pasti sangat menyukai benda-benda itu. Kalau semuanya sudah siap, barulah kita berangkat mengadu nasib.

Raja Martias memanggil semua pandai emas di negerinya. Mereka diperintahkan bekerja siang dan malam, supaya semua benda yang bagus-bagus bisa selesai dalam waktu singkat.

Ketika semua keperluan sudah dimuat dalam sebuah kapal, Yonas mengenakan pakaian bagus seperti saudagar. Maksudnya supaya orang tidak mengenali dia. Raja Martias pun menyamar sebagai seorang saudagar.

Lalu bertolaklah mereka menyeberangi lautan. Setelah lama berlayar, mereka sampai di negeri Puteri Atap Emas yang cantik jelita. Yonas yang setia mengusulkan supaya raja Martias tinggal di kapal. Dan menunggu sampai dia kembali.

“Mudah-mudahan aku berhasil membawa puteri jelita ke atas kapal,” kata Yonas sebelum mendarat.

“Jagalah agar semua tertib dan beres selama aku berada di daratan. Barang-barang dari emas hendaknya dipamerkan. Kapal pun sebaiknya dihias sebagus mungkin.”

Yonas segera mengumpulkan beberapa benda emas. Kemudian ia mendarat dan langsung menuju istana raja Otelo Agung.

Waktu sampai di halaman istana, Yonas melihat gadis cantik di dekat sumur. Gadis jelita sedang mengisi kedua ember emas yang dibawanya dengan air sumur. Ketika ia mengangkat kedua ember emas berisi air, dilihatnya orang asing yang tidak dikenalnya.

“Tuan ini siapa?” tanya gadis jelita.

“Aku seorang saudagar,” jawab Yonas. Lalu ia memperlihatkan benda-benda emas yang dibawanya satu per satu.

“Aiii, alangkah bagusnya!” teriak sang gadis.

Ia meletakkan ember yang dibawanya. Lalu melihat benda-benda emas yang dibawa oleh orang asing itu satu demi satu.

“Benda-benda emas ini harus diperlihatkan kepada puteri raja. Dia pasti senang mendapat benda-benda yang indah. Pasti puteri akan membeli banyak dari tuan.”

Gadis jelita yang membawa ember emas memang pelayan puteri raja. Yonas diantarkannya ke istana untuk bertemu dengan Puteri Atap Emas yang juga bernama Margarita.

Ketika melihat benda-benda emas yang indah, Puteri Atap Emas atau Margarita sangat senang.

“Aduh, aduh, alangkah bagus-bagusnya perhiasan yang tuan bawa. Aku mau membelinya semua!”

“Aku hanya pelayan seorang saudagar yang kaya raya,” kata Yonas.

“Barang-barang yang kubawa tidak ada arti apa-apa bila dibandingkan dengan miliknya yang ada di kapal. Saudagar, tuan saya memiliki barang-barang emas yang paling bagus di seluruh dunia.”

Puteri Margarita meminta supaya barang-barang emas yang ada di kapal dibawa semua ke istana.

Yonas yang setia segera menjawab, “Maaf, tuan puteri. Barang-barang itu sangat banyak. Waktu satu hari penuh tidak akan cukup untuk mengangkut semuanya. Lagipula tampaknya istana tuanku puteri terlalu sempit. Sehingga tidak dapat menampung barang-barang berharga yang ada di kapal.”

Penjelasan Yonas membuat Puteri Margarita makin ingin tahu. Akhirnya ia berkata dengan penuh semangat, “Kalau begitu bawalah segera aku ke kapal Aku ingin melihat sendiri barang-barang mahal milik sang saudagar kaya.”

Tanpa menunggu lagi Yonas mengantar Puteri Margarita ke kapal. Begitu melihat kecantikan Puteri Margarita, jatuh cintalah raja Martias. Ternyata puteri jauh lebih cantik daripada yang ada di gambar. Tiba di kapal raja mengantar Puteri Margarita berkeliling-keliling. Mereka melihat-lihat barang-barang emas yang dipamerkan.

Yonas yang setia segera menemui nakhoda kapal. Ia menyuruh nakhoda membongkar sauh. Setelah sauh diangkat, nakhoda memerintahkan kepada anak buahnya agar semua layar dipasang. Kapal meluncur bagai terbang menyeberangi lautan.

Raja Martias masih asyik memperlihatkan piring, mangkuk, sendok, garpu dan cangkir dari emas. Burung-burung dan berbagai binatang aneh dari emas diperlihatkannya juga.

Berjam-jam lamanya Puteri Margarita mengagumi benda-benda yang indah. Sungguh luar biasa kekayaan saudagar, pikirnya. Karena asyik dan terpesona, dia tidak sadar kalau kapal sudah berlayar jauh meninggalkan negerinya.

Setelah puas melihat-lihat, Martias mengajak Margarita ke atas geladak. Di sana puteri baru sadar. Ia sudah berada di tengah lautan luas. Negerinya sudah jauh tertinggal. Sementara kapal terus melaju semakin cepat.

“Aiii!” teriaknya sangat terkejut.

“Aku sudah tertipu! Aku sudah diculik dan jatuh di tangan saudagar asing!”

Raja Martias yang menyamar sebagai saudagar muda berkata, “Jangan takut! Aku bukan saudagar.” Sambungnya sambil menarik tangan Puteri Margarita.

“Aku seorang raja. Tetapi derajat keturunanku tidak lebih rendah daripada keturunanmu. Aku memang telah menculikmu. Karena aku sangat mencintaimu. Waktu pertama kali melihat gambarmu aku jatuh pingsan. Tak lain disebabkan kecantikanmu.”

Mendengar pengakuan raja, Puteri Mergarita menjadi tenang kembali. Ia sendiri sudah jatuh cinta kepada raja muda itu. Ia pun menyatakan kesediaannya menjadi permaisuri raja Martias.

Sementara kapal terus melaju, Yonas yang setia duduk sendirian di geladak. Ia main musik dengan sangat asyik. Tiba-tiba ia melihat tiga ekor burung gagak terbang mendekat. Burung-burung itu menyusul kapal. Ia berhenti main musik. Telinganya mendengar pembicaraan ketiga ekor burung gagak. Yonas memang mengerti bahasa burung.

“Lihatlah, Puteri Margarita atau Atap Emas turut berlayar dengan kapal ini,” kata seekor gagak.

“Benar,” sahut yang seekor lagi.

“Tetapi dia belum menjadi permaisuri raja. Raja masih tampak sendirian.”

Gagak yang ketiga berkata, “Puteri sudah menjadi permaisuri raja. Keduanya ada di dalam kapal.”

“Ah, itu belum berarti apa-apa!” ujar gagak yang pertama.

“Begitu tiba di pelabuhan, mereka akan di jemput seekor kuda merah. Sesudah raja duduk di pelana, kuda merah akan berlari secepat kilat. Kemudian ia tidak akan pernah lagi melihat puteri jelita.”

“Masihkah mungkin raja diselamatkan?” tanya gagak yang kedua.

“Oh tentu!” jawab gagak yang ketiga.

“Raja Martias bisa selamat kalau ada orang yang bisa mendahuluinya naik ke atas pelana kuda merah. Kemudian dengan bedil yang disandangnya menembak mati kuda merah. Tetapi orang yang mengetahui rahasia dan mencoba menceritakan kepada raja, kedua kakinya dari ujung jari sampai ke lutut akan membeku.”

Burung gagak yang kedua berkata, “Masih ada satu hal lagi. Sekali pun kuda merah sudah ditembak mati, raja belum berhasil memiliki sang puteri. Sebab di istana sudah tersedia sehelai baju pengantin untuk raja. Baju itu di dalam baki emas. Baju pengantin tampaknya seperti terbuat dari campuran benang emas dan perak. Tetapi sesungguhnya Cuma campuran belerang dan ter. Kalau raja mengenakan baju, maka ia akan terbakar hidup-hidup.”

“Tidak mungkinkah raja diselamatkan?” tanya gagak yang ketiga.

“Tentu bisa,” jawab gagak yang kedua.

“Raja akan selamat. Tetapi harus ada seseorang yang punya kaus tangan untuk mengambil baju ajaib. Kemudian memasukkan baju ke dalam api sampai terbakar. Tapi apa gunanya? Siapa yang mengetahui, lalu bercerita pada raja, ia akan membeku jadi batu. Yaitu sejak dari lutut sampai ke jantungnya.”

Burung gagak yang ketiga berkata pula, “Masih ada soal lagi. Meski pun baju pengantin sudah terbakar, raja belum bisa menjadikan puteri sebagai permaisurinya. Sesudah pernikahan, menyusul perayaan yang meriah. Begitu permaisuri mulai menari, ia akan pucat dan jatuh pingsan. Harus ada orang yang berani menolongnya. Tubuh permaisuri perlu diangkat. Lalu orang yang mengangkatnya harus mengisap tiga tetes darah dari dada kanannya. Sesudah menghisap darah lalu meludahkannya kembali. Kalau semua itu tidak dilakukan, permaisuri akan meninggal Tetapi yang mengetahui rahasia ini dan bercerita pada raja, seluruh tubuhnya akan membeku. Mulai dari kepala sampai ke ujung kakinya akan menjadi batu.”

Selesai bercakap-cakap, ketiga burung gagak terbang meninggalkan kapal.

Yonas mendengar semua percakapan ketiga burung gagak. Ia mengerti dengan baik. Sejak itu dia menjadi pendiam dan sangat murung. Ia sendiri sedang menghadapi pilihan yang sulit. Kalau mendiamkan semuanya, raja akan mengalami kesukaran. Tetapi bila menceritakannya kepada raja, tebusannya nyawa sendiri.

“Baiklah,” katanya pada diri sendiri.

“Aku akan menyelamatkan raja. Biar pun pekerjaan itu akan memusnahkan diriku, aku akan mengerjakannya!”

Kapal pun merapat di pelabuhan. Semua yang diramalkan ketiga gagak terjadilah. Seekor kuda merah yang gagah, tiba-tiba meloncat ke depan raja.

“Kuda inilah yang akan membawaku ke istana,” kata raja gembira.

Baru saja raja akan melompat ke atas kuda, Yonas sudah mendahuluinya. Dengan tangkas Yonas mengambil bedil dan menembak mati kuda merah.

Pelayan-pelayan lain tidak menyukai tindakan Yonas. Mereka berteriak penuh kemarahan, “Alangkah tololnya Yonas. Sudah gilakah dia? Kuda yang seharusnya membawa baginda ke istana telah dibunuhnya!”

“Diam kalian!” perintah raja.

“Biarkan dia. Yonas adalah pelayanku yang paling setia.”

Raja dan rombongan tiba di istana. Sehelai baju pengantin tersedia di dalam sebuah baki emas. Baju pengantin itu tampak seperti ditenun dengan benang emas dan perak.

Raja Martias mendekati meja. Baju pengantin hendak diambilnya. Baru saja tangannnya mengulur ke arah baju, Yonas datang. Dengan tangan berselubung kaus ia mengambil baju pengantin dan membuangnya ke dalam api. Baju pengantin hangus terbakar.

Pelayang-pelayan lain makin marah pada Yonas, “Coba lihat Yonas. Sekarang baju pengantin baginda dimusnahkannya. Baju yang begitu bagus telah dibakarnya. Tentu dia sudah gila!”

Siapa mengetahui, justru dia bertindak demikian demi kebaikanku,” kata raja Martias.

“Karenanya biarkan saja. Yonas tetap pelayanku yang paling setia.”

Upacara pernikahan diselelenggarakan dengan meriah. Permaisuri turut menari dengan gembira. Yonas terus menerus memperhatikan setiap gerak permaisuri. Terutama ia selalu memandang wajahnya. Tiba-tiba di tengah keramaian pesta, wajah permaisuri menjadi sangat pucat. Ia jatuh pingsan seketika di lantai

Segera Yonas mengangkat permaisuri ke sebuah kamar. Ia membaringkan permaisuri di atas tempat tidur. Yonas membuka baju permaisuri. Lalu ia menghisap tiga tetes darah dari dada kanan isteri raja. Darah yang ia hisap buru-buru diludahkannya. Dalam sekejab saja permaisuri sadar dari pingsannya. Permaisuri duduk di tempat tidur. Raja Martias menyaksikan semua perbuatan Yonas. Tetapi ia belum nengerti mengapa pelayannya yang setia berbuat seperti itu?

Dengan sangat marah raja memerintahkan pengawal, “Sekarang sudah cukup. Masukkan Yonas ke dalam penjara!”

Keesokan harinya, Yonas yang setia dihadapkan ke pengadilan istana. Ia dijatuhi hukuman mati. Segera para pengawal membawa Yonas ke tiang gantungan.

Tetapi sebelum hukuman dijalankan, Yonas berkata kepada raja, “Sri Baginda Raja Martias yang mulia,” Yonas berkata dengan suara yang sangat tenang.

Sambungnya lagi, “Setiap orang yang akan dihukum mati, biasanya diijinkan mengatakan sesuatu sebelum hukuman dilaksanakan. Apakah hamba diberi hak juga?”

“Ya, kau juga diberi hak demikian,” jawab raja.

“Aku telah melayani Baginda dengan setia. Tetapi sekarang Baginda menjatuhkan hukuman yang tidak adil,” kata Yonas pula.

Lalu ia menceritakan percakapan ketiga burung gagak selama berlayar. Dengan mempertaruhkan nyawa sendiri ia telah menyelamatkan raja. Segala tindakannya memang tampak sangat aneh.

Mendengar pengakuan Yonas berkatalah raja, “Oh Yonas, pelayanku yang setia. Syukur! Syukur! Pengawal segera lepaskan dia! Lepaskan dia!” kata raja kemudian.

Tetapi begitu selesai mengucapkan kata-kata yang terakhir, hilanglah nyawa Yonas yang setia. Kemudian tubuhnya yang sudah kaku menjadi batu. Ia jatuh terguling tepat di hadapan raja Martias.

Raja dan permaisuri menjadi sangat sedih.

“Aku sungguh sudah keliru,” kata raja tertahan-tahan menahan kesedihan.

“Betapa jahat aku membalas budi baik pelayan yang setia. Aku telah berlaku sangat tidak adil.”

Jenazah Yonas yang setia sudah keras membatu dan menjadi sebuah patung. Raja menyuruh pengawal menempatkan patung Yonas di kamar tidurnya. Setiap kali memandang patung Yonas raj ameneteskan air mata.

“Oh Yonas, pelayanku yang setia,” kata raja sambil menangis.

“Seandainya aku bisa menghidupkan kau kembali…..”

Beberapa waktu berselang, permaisuri melahirkan anak kembar. Keduanya lelaki. Anak-anak itu sehat dan lucu. Sekali waktu raja dan putera-puteranya tinggal di istana, sementara permaisuri bepergian.

Raja memandangi patung Yonas. Sambil menangis raja berkata, “Oh Yonas, pelayanku yang setia. Seandainya aku bisa menghidupkan kau kembali…..”

Sekonyong-konyong, patung Yonas membuka mulut dan berkata, “ Ya, Sri Baginda. Aku akan hidup kembali, asal Sri Baginda rela mengorbankan apa yang paling Sri Baginda cintai.”

“Oh Yonas,” sahut raja.

“Aku rela menyerahkan segala sesuatu yang jadi milikku di dunia ini, asalkan dapat menghidupkan kau kembali.”

“Sri Baginda harus memenggal kepala kedua putera Sri Baginda dengan tangan sendiri. Kemudian Sri Baginda memercikkan darah mereka ke tubuhku. Setelah itu aku akan hidup kembali,” kata patung Yonas.

Raja Martias terperanjat dan sangat bingung. Sungguh berat baginya membunuh kedua putera kembar yang sangat ia cintai. Ia dihadapkan pada pilihan yang teramat sulit. Raja mencintai anak-anaknya. Tetapi selalu pula ingat segala pengorbanan Yonas yang setia.

Akhirnya raja mengambil keputusan. Ia mengambil pedang. Lalu memenggal kepala kedua putera kembarnya. Ketika patung diperciki dengan darah kedua putera raja, Yonas hidup kembali. Ia berdiri dengan tubuh segar bugar di depan raja.

“Kesetiaan Sri Baginda tidak akan sia-sia,” kata Yonas kemudian.

Lalu ia mengambil kedua jenazah putera raja. Dengan darah anak-anak itu yonas mengolesi luka-luka di leher mereka. Dalam sekejab kedua putera raja hidup kembali. Anak-anak itu meloncat-loncat kegirangan dan bermain-main seperti sediakala.

Raja merasa senang dan gembira. Sebelum permaisuri pulang ia menyembunyikan Yonas dan kedua puteranya di dalam lemari besar. Ketika permaisuri tiba, raja menanyakan tentang perjalanannya.

“Segala macam kegiatan tidak bisa menghapuskan pikiranku kepada Yonas yang setia. Lebih-lebih lagi karena nasib malang yang menimpanya, yang disebabkan tindakan kita.”

Raja ingin menguji permaisurinya. Katanya dengan lemah lembut, ‘Isteriku tercinta, sebenarnya kita bisa menghidupkan Yonas kembali. Tetapi bayarannya sangat mahal. Yaitu kita harus memenggal kepala kedua putera kembar.”

Permaisuri terkejut dan ia hampir jatuh pingsan, setelah mendengar penjelasan suaminya.

Tetapi setelah diam sejurus lamanya ia berkata, “Apa boleh buat suamiku. Kita harus menghidupkan Yonas. Karena kita memang sudah terlalu banyak berhutang budi padanya.”

Raja sangat gembira mendengar kerelaan isterinya. Ternyata permaisuri sama pendirian dengannya. Ia menarik tangan permaisuri dan diantarnya ke depan sebuah lemari yang besar. Raja membuka pintu lemari. Saat itu pula Yonas yang setia dan kedua putera raja keluar.

Sambil melompat-lompat kegirangan, permaisuri berkata, “Syukurlah! Syukurlah! Yonas sudah diselamatkan dan kedua putera kembar kita sudah pula sehat kembali.”

Lalu raja menceritakan semua yang telah terjadi sementara permaisuri bepergian. Sejak saat itu mereka semua hidup bahagia sampai ajal masing-masing.

TAMAT

No comments:

Post a Comment