Pages

Tuesday, June 22, 2010

Santa Imelda - Riwayat Santa

Di Negeri Italia, di tepi laut, adalah sebuah puri yang besar lagi bagus. Puri itu tempat kediaman seorang bangsawan kaya raya dengan istrinya. Mereka mempunyai seorang anak gadis kecil, Imelda namanya. Imelda sangat cantik rupanya. Raut mukanya, teratur dan halus, diterangi mata yang bersinar-sinar laksana bintang, rambutnya ikal hitam gilang gemilang dalam sinar matahari. Tabiatnya sangat periang!

Acap kali terdengar sorak dan gelaknya, bagai manik perak yang berguling-guling dari tangga kaca. Imelda penyayang dan pengiba. Gadis kecil itu, meski pun insaf, ia seorang anak bangsawan yang kaya raya, selalu ramah terhadap pelayan di puri tempatnya tinggal.

Imelda penuh rasa kasih sayang terhadap manusia atau binatang yang ditimpa sakit atau susah. Tiada celakah gadis kecil itu? O, tentu ada! Imelda selalu ingin tahu segala sesuatu yang dilihatnya dan didengarnya. Kadang-kadang pertanyaannya sukar sekali. Ayah, bunda, guru sekali pun tidak dapat menjawabnya.

“Mengapa pohon itu berbunga merah, dan yang ini berbunga putih?”

“Mengapa binatang ada yang berkaki empat dan juga berkaki dua?”

“Mengapa matahari terbit dari sebelah timur dan terbenam di sebelah barat?”

“Berapa luasnya laut itu? Berapa dalamnya?” ada-ada saja yang ditanyakannya.

Jika bundanya jemu mendengarkan pertanyaan Imelda, ia menghardik. Ketika itu Imelda terkejut, mukanya yang berseri-seri menjadi suram. Mengapa bunda yang disayanginya menghardiknya?! Imelda merasa pedih hatinya sampai…sampai ada lagi yang ia ingin ketahui lagi, dan melupakan hardikan yang membuat hatinya pedih tadi.

Imelda suka bermain di kebun, di tengah bunga-bunga. Dan kebun… bila Imelda datang harum semerbak.

Bunga-bungaan melambai-lambai seakan-akan hendak berseru, “Lihat, aku yang terbagus, petiklah daku!”

Imelda juga suka bermain di bawah pohon-pohon, tempat burung bersarang dan berkicau. Dan burung itu tidak takut, berani mendekati gadis yang suka membawa makanan baginya. Ada yang hinggap di atas bahunya, di atas kepalanya, di atas tangannya yang menggemgam roti itu. Riuh bunyi burung berkicau. Nyaring bunyi suara Imelda. Lagu merdu pada pagi hari di kebun puri itu.

Imelda suka sekali bermain di tepi laut. Dengan matanya ia mengikuti gelombang yang bergulung-gulung, berbuih putih. Dan laut senang melihat Imelda. Laut memberi kepadanya bermacam-macam siput berwarna yang bagus-bagus. Gelombang kecil-kecil menuju ke tepi ke tempat Imelda berdiri. Lalu memecah di atas kaki kecil putih. Imelda berteriak-teriak kegirangan. Angin laut membelai-belai rambut hitamnya yang ikal hingga kusut rupanya. Serta berulang-ulang mencium pipi gadis kecil itu, hingga kemerah-merahan seperti jambu ranum.

Tidak jauh dari puri itu ada sebuah gedung gereja. Di sebelah gereja terdapat sebuah gedung Susteran. Setiap hari, Imelda selalu pergi ke situ, akan belajar. Dan selesai belajar, Imelda boleh menolong suster membersihkan dan menghiasi ruang di sekeliling altar di gereja.

Imelda pandai menghias! Karangan bunga yang dibuatnya elok dipandang. Sesudah itu Imelda berlutut di tangga altar. Ia tahu betul siapa yang tinggal di tabernakel. O, Imelda ingin benar menyambut Yesus Hostia! Tetapi dulu anak-anak tidak boleh menyambut komuni.

Sudah kerap kali Imelda memohon kepada Suster-suster dan kepada Pastur sendiri. Tidak diijinkan juga.

“Besok kalau kau sudah dewasa, kau boleh menyambutnya,” kata Pastur kepadanya.

Imelda kecewa, pergi berdiam diri. Tabiatnya mulai berubah! Matanya yang bersinar-sinar, kadang-kadang tidak bercahaya. Gelak dan tepuk tangan yang berhari-hari lamanya tidak terdengar. Kadang-kadang Imelda termenung, termangu-mangu!

“Mengapa Imelda, sakitkah anak itu?” tanya ayahnya.

“Kemungkinan sakit, karena ingin….!” jawab ibunya.

“Ingin apa? Mengapa tidak kau berikan?” kata ayahnya.

“Kehendak Imelda tidak dapat kita kabulkan, karena anak itu ingin menyambut Sakramen yang Mahakudus!” sahut ibunya.

Ayahnya tertegun.

Hari Raya cuaca sedang terang. Berduyun-duyun orang menuju ke gereja. Gedung gereja telah terhias. Telah penuh orang yang akan turut mengurbankan Misa Suci.

Di muka sekali Imelda berlutut. Kiri kanan ayah bundanya. Agaknya Imelda sedang asyik berdoa. Gadis kecil itu tidak menoleh, tidak bergerak. Matanya memandang ke pintu tabernakel.

Apa yang dipikirkannya?

Tiba-tiba lagu suci berbunyi. Imam pengurban naik ke tangga altar, akan menjalankan Misa Suci dengan segala upacara hari raya itu. Pastur mempersembahkan roti dan anggur, supaya diberkati Tuhan sehingga menjadi suatu tempat yang patut dimasuki Yesus pada waktu Konsekrasi.

“Terimalah kuraban hatiku bersama-sama hosti di patena. Semoga jiwaku sebagai titik air yang dicampur dan hilang lenyap dalam anggur itu,” demikian doa Imelda.

Bel berbunyi! Sekalian yang hadir berlutut. Sunyi senyap di gedung gereja itu, seperti kosong adanya. Pastur berbuat seperti Yesus sendiri pada perjamuan penghabisan. Hosti menjadi Suci, menjadi Tubuh Yesus. Anggur menjadi Suci, menjadi Darah Yesus. Semua yang hadir meletakkan tangannya di dada.

“Tuhanku dan Allahku!” demikian doanya dalam hati.

Pastur sudah menyambut Yesus. Sekarang para umat Katolik yang sudah dipermandikan boleh maju ke depan, ke meja suci, akan menyambut Yesus juga berupa Hostia Suci.

Dengan hormat dan langkah cermat, mereka maju. Tetapi Imelda, yang pengasih, yang dapat melupakan dirinya sendiri, harus tinggal. Betapa sakit hatinya!

“O, Yesus, kapan aku bisa menyambutmu Yesus?

“Aku akan terbang, turun dari altar dan pergi ke tempatmu!” Yesus menjawab.

Bel berbunyi. Pastur telah memegang piala berisi Hostia Suci. Dengan tangannya ia mengambil Hostia Suci di antara ibu jari dan telunjuk. Tegak berpaling, beliau memperlihatkan Hostia Suci. Bundar, kecil lagi rapuh sebagai daun mahkota bunga mawar putih.

Tiba-tiba, Hostia Suci meluncur, bagai terbang di udara ke tempat Imelda berlutut. Tepat menuju Imelda. Sedikit di atas kepalanya, Hostia Yesus melayang sambil bersinar-sinar seperti matahari kecil. Pastur tercengang dan semua yang hadir heran sekali.

Bagaimana dengan Imelda?!

Gadis kecil yang berbaju dan berselubung putih, kadang-kadang tidak kelihatan dalam sinar ajaib itu. Mukanya pucat. Cantik luar biasa. Bibirnya menggulung, tersenyum simpul. Matanya terbeliak dengan tidak berkejap-kejap. Tangannya yang kecil halus, merentang ke atas, seakan-akan hendak memeluk seorang yang tampak olehnya. Semua yang hadir menahan nafas!

Pastur tidak berpikir panjang turun dari altar, melangkah ke tempat itu, mengambil Hostia Suci itu kembali dan dibawanya pulang ke altar. Akan tetapi, baru saja beliau sampai ke tangga altar, Hostia Yesus meluncur lagi, terbang di udara dan melayang dekat kepala Imelda.

Begitu terjadi tiga kali. Sekarang Pastur insyaf, bahwa kemauan Yesus sendiri hal itu terjadi! Imelda meski pun masih kecil, boleh menyambut Sakramen yang Mahakudus! Dengan tangan yang gemetar, Pastur memegang Hostia Yesus dan diletakkannya di atas lidah Imelda yang menunggu. Tajuk bunga mawar putih jatuh ke dalam kelopak bunga bakung yang tak bernoda.

Misa Suci selesai! Semua orang pergi ke luar! Mereka menunggu di pekarangan gereja akan memberi hormat dan selamat kepada Imelda anak kesayangan Tuhan. Di dalam gereja, bunda memandang kepada Imelda.

Ia meraba bahu anaknya lalu berbisik, “Imelda, sudah waktunya kita pulang, mari pulang!”

Imelda tidak bergerak. Bundanya khawatir! Anaknya pucat, dingin dan kaku!

Ia melupakan tempat Suci itu dan berteriak, “Imelda, Imelda, anakku!”

Ayahnya datang, dengan hormat ia mengangkat tubuh kecil itu dan dibawanya keluar. Maka nyata kelihatan apa yang terjadi!

Imelda, anak yang pengasih, tidak kuat menyambut kedatangan yang Mahakasih! Kegirangan dan bahagia yang tiba-tiba memenuhi keinginannya, menyebabkan jantungnya lupa berdenyut.

Maka, karena pengasihan penghubung kesempurnaan, Imelda patut, layak benar diterima di Surga. Imelda boleh turut Yesus untuk selama-lamanya!

Imelda meninggal, karena bahagia yang tak dapat dikatakan. Sekarang Imelda di surga berdoa untuk semua anak yang akan menyambut Sakramen yang Mahakudus untuk pertama kalinya.

Imelda gadis kecil yang manis,

Anak kesayangan Tuhan!

Yang belum terkena godaan iblis,

Mutiara yang sangat indah!

Semoga Kau sudi,

Menganggap kami temanmu,

Agar kami berbaik budi,

Tertolong pada doamu!

No comments:

Post a Comment