Pages

Sunday, June 13, 2010

Bunga-bunga Yang Bergantungan - Asal Mula Mengapa

Pada suatu hari, kalajengking berkata pada dirinya, “Aku sudah bosan menjadi makhluk yang ditakuti dan selalu dikejar-kejar manusia.”
Kemudian ia pergi menemui Raja Tawakal. Ekornya yang bersengat itu dilipat supaya tidak kelihatan, lalu ia berkata, “Tuanku Yang Maha Mulia, saya menyesal menjadi binatang yang jahat. Saya tidak mau lagi menyiksa orang dengan sengat berbisa ini. Saya harap Tuanku mau mengubah saya menjadi sekuntum bunga. Sekuntum bunga yang disenangi dan disayangi, bukannya dibenci atau ditakuti.”

“Jangan ganggu aku,” jawab Raja Tawakal menghalaunya pergi.
“Engkau yang sejelek ini ingin menjadi sekuntum bunga?”
Tapi kalajengking tidak putus asa.
Setiap pagi ia pergi ke tempat Raja Tawakal sambil menangis, “Tuanku Yang Maha Pemurah, ubahlah saya menjadi sekuntum bunga.”
la mengulang permintaan itu berkali-kali. Hingga waktu sembahyang tengah hari, ia masih merengek-rengek.
Setiap petang ia datang berkali-kali sambil merengek dengan suara keras, “Tuanku yang baik hati, dengarlah permohonan saya. Ubah­lah saya menjadi sekuntum bunga.”
Akhirnya Raja Tawakal mengabulkan permintaannya.
“Seandainya binatang sial ini kuubah menjadi bunga, tentu binatang ini tidak menggangguku lagi. Rumahku akan aman dan tenteram,” pikir Raja Tawakal.
Kemudian ia berkata kepada kalajengking, “Permintaanmu kukabulkan. Sekarang pulanglah dahulu, besok kalau sudah bulan purnama, datanglah ke tempat ini lagi.”
Sewaktu melihat kalajengking merangkak pergi ia berkata pada dirinya sendiri, “Binatang ini memang sangat jelek. Tapi, akan kuberi warna yang Indah l)ila sudah kuubah menjadi bunga.”
Di bubungan rumah Raja Tawakal, bertengger seekor burung merpati putih yang sedang mengibas-ngibaskan bulunya. Burung itu mendengar seluruh percakapan antara Raja Tawakal dengan kalajengking.
la pun berpikir, “Alangkah senangnya menjadi sekuntum bunga yang indah! Aku tidak perlu mencari makan. Aku juga tidak perlu takut pada burung elang di siang hari, atau pada ular di malam hari.”
la terbang turun, lalu hinggap di dekat kaki Raja Tawakal.
“Tuanku yang baik budi dan bijaksana, ubahlah saya menjadi bunga, seperti kalajengking itu,” pintanya.
Raja Tawakal tersentak.
Dengan marah ia berkata, “Kau kira pekerjaanku hanya mengubah makhluk-makhluk pengacau menjadi bunga?”
Ia melihat pada merpati putih yang kecil itu sambil berpikir, “la tentu akan menggangguku, bila tidak kuubah menjadi bunga.”
Ia pun berkata pada burung merpati, “Permintaanmu kukabulkan. Datanglah ke mari kalau su­dah bulan purnama.”
Setelah itu, burung merpati putih terbang ke bubungan rumah dengan riangnya.
Raja Tawakal berkata pada dirinya, “Kelihatannya binatang itu pengasih. Bila sudah kuubah menjadi bunga, akan kuberi warna putih dan bau yang wangi.”
Semakin lama merenungkan hal itu, Raja Tawakal semakin senang membuat kuntum-kuntum bunga yang indah dan menarik hati.
“Akan kubuat bermacam-macam bunga yang belum ada di dunia ini,” pikirnya.
Kemudian ia mencari tempat yang baik untuk menanam bunga yang akan dibuatnya. Tapi sial, semua tempat sudah ditumbuhi pepohonan dan bunga-bungaan.
“Tidak ada tempat lagi. Lalu, akan kutanam di mana bunga-bunga buatanku?” tanyanya seorang diri.
Raja Tawakal pulang ke rumahnya dengan perasaan serba salah. Semakin lama merenung, ia makin sedih.
Waktu itu bulan purnama. Seperti yang telah dijanjikan, kalajengking datang ke tempat Raja Tawakal.
“Saya datang, Tuanku yang baik hati,” katanya sambil melipat ekornya yang bersengat itu.
Sebentar kemudian, burung merpati terbang turun dan hinggap di sebelahnya.
“Saya juga sudah datang, Tuanku yang Mulia dan bijaksana.”
Raja Tawakal bimbang karena tak tahu apa yang akan dikerjakan.
“Aku sudah mencari tempat un­tuk menanammu, tapi tidak kutemukan. Seandainya kau kuubah menjadi bunga, kau pasti mati,” kata Raja Tawakal menerangkan.
Kala jengking dan merpati putih sangat risau mendengar kata-kata itu. Mereka tidak mau mati.
Lalu mereka berkata, “Tuanku tak perlu sedih memikirkan kami. Biarkan saja kami tetap seperti ini.”
“Tetapi kalian tidak boleh tetap menjadi binatang,” Raja Tawakal menerangkan dengan sedih.
“Aku sudah berjanji dan janji itu harus kutepati. Aku tidak boleh mengingkarinya. Walau apa pun yang akan terjadi, kalian tetap kuubah menjadi bunga.
Kemudian merpati putih berkata, “Tuanku Raja Tawakal yang arif dan bijaksana, mungkin kami dapat berlindung di bawah pohon-pohon itu, seperti mereka melindungi kami seperti sekarang
Ketika mendengar kata-kata burung merpati putih itu, Raja Tawakal merasa lega. “Kau memang bijaksana,” katanya.
“Nasehatmu kuturuti. Kau akan melekat di dahan-dahan pohon seperti kuku dengan jari.”
Diambilnya kalajengking, lalu diubah menjadi bunga. Bunga itu indah sekali, tetapi bentuknya masih seperti kalajengking.
“Banyak sekali orang yang senang kepadamu,” kata Raja Tawakal pada bunga itu. “Orang akan membelimu dengan harga yang mahal.”
Setelah itu, Raja Tawakal mengubah merpati putih menjadi setangkai bunga kecil-kecil yang berwarna putih. Bunga kecil-kecil itu berbentuk seperti burung merpati yang mengembangkan sayapnya. Kemudian Raja Tawakal memberi bau wangi pada bunga itu.
“Engkau sangat menawan,” katanya.
“Tetapi engkau sangat kecil, sehingga manusia tidak mempedulikanmu. Oleh karena itu, kuusahakan supaya bunga-bunga merpatiku ini mekar bersama-sama di waktu pagi, meski pun tempatnya tersebar di seluruh dunia. Bunga-bunga ini akan menggembirakan hati manusia sepanjang hari, karena indah dan berbau wangi. Tetapi bila malam tiba, satu persatu dari bunga-bunga itu akan layu. Manusia akan menunggu-menunggu bunga mer­pati mekar lagi dan memuja kecantikannya.”
Apa yang dikatakan Raja Tawakal terjadi. Kemudian Raja Tawakal membuat bermacam-macam bunga yang indah dan ajaib. Bunga-bunga itu bergantungan di dahan-dahan pohon. Sekarang, bunga-bunga yang bergantungan itu kita sebut bunga anggrek.

TAMAT

No comments:

Post a Comment