Pages

Monday, July 5, 2010

Tom Tit Tot - Inggris

Ibu Inge tinggal di sebuah rumah buruk. Pada suatu hari ia memanggang roti. Tetapi malang, roti itu terlambat diangkat dari api. Roti itu hangus dan berkerak keras. Ia memanggil Inge puterinya.

"Inge, letakkan roti itu di rak. Tinggalkan di situ, nanti jadi akan jadi sendiri."

Inge mengerjakan apa yang diperintahkan ibunya. tetapi ia tidak mengerti maksud ibunya. Pada sangkanya, jadi sendiri berarti ada lagi. Oleh karena itu, ia memakan roti itu. Lima bungkah roti dimakannya habis.

"Ibu berkata, roti itu dapat jadi sendiri. Jadi kalau sekarang aku makan habis, nanti tentu ada lagi di piring." kata inge, sambil meletakkan piring kosong di atas rak.

Yang dimaksud ibunya, jadi sendiri, berarti akan jadi lunak sendiri. Inge salah mengerti. Oleh karena itu, pada waktu makan malam, tak ada roti lagi.

"Inge, ambil roti di piring, kita akan makan." kata ibunya.

"Tak ada roti, bu. Semuanya sudah kumakan habis. Ibu harus memanggang roti lagi." jawab Inge dengan malu.

Ibunya marah sekali. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah jadi bubur. Untuk menghilangkan kemarahannya, wanita itu memintal benang.

Ia bekerja sambil bernyanyi,
"Puteriku menghabiskan lima,
lima roti hari ini.
Puteriku menghabiskan lima,
lima roti hari ini."

Ketika itu raja lewat dengan naik kuda. Ia mendengar orang menyanyi. Tetapi kata-katanya tidak begitu jelas.

Ia berhenti dan berseru, "Ibu, lagu apa yang sedang ibu nyanyikan? Menyanyilah dengan jelas!"

Ibu itu sangat malu. Ia malu, apabila raja mengerti perbuatan puterinya. Sebab itu ia menyanyi lagi, dengan mengubah kata-katanya,
"Puteriku memintal lima,
lima tukal sehari.
Puteriku memintal lima,
lima tukal sehari."

"Mustahil!" teriak raja.

"Mustahil, ada orang dapat memintal benang lima tukal sehari!"

Tanpa berpikir, raja berkata kepada ibu tersebut, "Ibu, aku membutuhkan seorang isteri. Aku mau menikahi puterimu. Selama sebelas bulan, aku akan mengabulkan apa yang ia inginkan. Tetapi, pada akhir tahun, ia harus memintal benang."

Bukan main gembiranya hati ibu tersebut. Ia akan bebas dari kemiskinan dan kerja berat. Siapa tidak bangga, putrinya diperisteri raja!

Tetapi raja melanjutkan bicaranya, "Inge, harus memintal benang. Lima tukal sehari. Jika menjelang malam belum selesai, kupenggal kepalanya."

'Baik, aku setuju," jawab ibu Inge.

Raja sudah diberitahu nama puteri wanita itu sebelumnya.

Maka pernikahan besarpun dilangsungkan. Inge jadi permaisuri raja. Gadis miskin hidup di istana, rasanya seperti sudah masuk surga. Inge dan ibunyaa tiap hari bersuka ria. Tak perlu bekerja keras dan memanggang roti. Inge dapat makan yang enak-enak sepuas-puasnya. Ia dapat berpakaian yang indah-indah. Segala yang ia minta, dikabulkan raja.

Raja tidak pernah membicarakan soal memintal benang. Pada sangka Inge, raja sudah melupakannya, tetapi ternyata tidak.

Pada suatu hari, Inge dipanggil raja. Inge dibawa ke sebuah kamar yang belum pernah ia lihat. Kamar itu besar dan agak gelap. Isinya hanya sebuah alat pemintal benang.

Kata raja, "Inge, permaisuriku, selama sebelas bulan, hidupmu seperti di surgaa. Aku tidak melupakan janjiku. Kau harus memintal benang lima tukal sehari. Sebelum matahari terbenam, harus selesai. Kalau tidak, kepalamu kupenggal."

Sesudah berkata demikian, raja pergi. Pintu kamar ditutup. Inge terkunci sendirian di dalam kamar yang mengerikan itu. Makanan yang lezat-lezat sudah tersedia. Kapas yang cukup banyak juga sudah tersedia.

Inge adalah gadis pemalas. Ia tidak biasa bekerja. Apalagi memintal benang. Ia tidak tahu sama sekali. Lalu bagaimana? Tak ada orang yang dapat menolongnya, sebab kamar itu terkunci. Akan dipenggalkah kepalanya besok pagi? Inge putus asa. Ia duduk di kursi sambil menangis. Ia menangis tak henti-hentinya.

Tiba-tiba, ia mendengar pintu diketuk orang. Dari bawah pintu muncul mahluk aneh yang sangat menakutkan. Rupanya seperti manusia. Kepalanya sangat besar. Kakinya sanagat kecil. Wajahnya sangat jelek. Lebih ajaib lagi, ia punya ekor. Ekornya sangat panjang.

"Mengapa kau menangis?" tanya mahluk itu.

"Hiii," jerit Inge.

Ia ngeri melihat mahluk itu. Bulu kuduknya berdiri semua. Untunglah sebentar kemudian ia menjadi tenang kembali. Selanjutnya, Inge menyebut mahluk itu 'Hiii'.

"Mengapa aku menangis? Itu bukan urusanmu. Meskipun kau datang kemari," jawab Inge.

"Aku dapat menolongmu. Akan tetapi kalau kau tak mau menjawab pertanyaanku, besok pagi kepalamu dipenggal raja!" kata Hiii.

Inge lalu menceritakan riwayatnya, mulai dari roti panggang hingga ia dimasukkan raja ke dalam kamar. Hiii mendengarkannya sambil melingkar-lingkarkan ekornya ke atas.

"Aku dapat menolongmu!" kata Hiii.

"Tiap pagi aku akan datang kemari. Kapas itu kubawa pergi. Sebelum matahari terbenam, lima tukal benang akan kuberikan kepadamu. Kau harus menebak namaku. Kau boleh menyebut tiga nama, setiap kali aku datang ke sini. Apabila selama satu bulan kau tidak dapat menyebutkan namaku, kau akan aku bawa pergi dari istana. Setuju?" tanya Hiii sambil melingkar-lingkarkan ekornya ke atas.

"Baik! Aku setuju," jawab Inge.

Inge merasa yakin akan dapat menebak nama mahluk itu dengan tepat. Sebab itu ia menerima baik perjanjian tersebut. Hiii segera melompat melalui bawah pintu dan menghilang.

Petang harinya, pintu diketuk orang. Hiii muncul dari bawah pintu, membawa lima tukal benang. Benang itu diserahkannya kepada Inge.

"Sekarang, tebak namaku! Siapa namaku! Ayo terka!" kata Hiii.

"Markus!" kata Inge.

"Bukan!" jawab Hiii, sambil mengikalkan ekornya di bahunya.

"Frans!" kata Inge lebih keras.

"Bukan!" jawab Hiii, sambil membelitkan ekornya di tubuhnya.

"Thomas!" seru Inge lebih keras lagi.

"Salah!" teriak Hiii sambil melompat menuju pintu, ekornya seperti hampir ketinggalan.

Keesokan harinya, raja masuk kamar. Ia membawa makanan dan kapas lebih banyak lagi. Kelima tukal benang yang sudah dipintal, diambilnya.

Raja berkata kepada Inge, "Permaisuriku, hari ini kau masih punya kepala. Pintal kapas ini menjadi lima tukal. Kalau gagal, kepalamu kupenggal."

Sesudah berkata demikian, raja pergi. Pintu ditutup dan dikunci rapat. Baru saja raja pergi, Hiii muncul dari bawah pintu. Ia mengambil kapas dan menghilang lagi. Inge duduk di kursi sambil berpikir. Ia memikirkan beratus-ratus nama. Mulai nama yang terpendek, hingga nama yang terpanjang.

Demikianlah yang terjadi setiap hari. Hiii mengambil kapas pagi-pagi. Petang hari Hiii menyerahkan lima tukal benang. Inge menyebut tiga nama. Siang hari Inge mencari-cari nama.

Pada hari yang ke duapuluh sembilan, Hiii datang membawa lima tukal benang, seperti biasanya.

"Siapa namaku?" tanya Hiii. Ekornya melingkar-lingkar tinggi.

"Hans!" jawab Inge.

"Bukan!" kata Hiii.

"Willem!" seru Inge dengan keras.

"Salah!" bantah Hiii, sambil meringis.

"Tobias!" teriak Inge, kehabisan akal.

"Salah besar!" jawab Hiii, sambil tertawa terbahak-bahak dan ekornya diputar-putar seperti per berbentuk menara.

"Awas, Inge! Hanya tinggal satu hari! Apabila besok sore, kau tidak dapat menyebutkan namaku, kubawa kau dari istana!"

Dan menghilang pula mahluk yang sangat menjijikan itu.

Baru saja Hiii lenyap dari pandangan, raja membuka pintu dan mengambil ke lima tukal benang.

"Inge, sore ini kau masih punya kepala. Apabila besok sore kau dapat menyelesaikan ke lima tukal benang, kau bebas dari cobaan ini. Akan tetapi sekarang aku ingin makan bersama denganmu."

Raja membimbing Inge ke ruang makan. Mereka berdua lalu duduk dan mulai bersantap. Baru saja menelan dua atau tiga suap, tiba-tiba raja tertawa.

"Mengapa baginda tertawa?" tanya Inge.

"Tadi pagi, aku berburu ke hutan. Di tengah hutan aku mendengar orang bernyanyi. Aku mencari siapa yang sedang bernyanyi. Di sebuah lubang, tempat orang mengambil batu-batu besar, kulihat ada mahluk aneh. Mahluk paling aneh yang pernah kulihat. Rupanya seperti manusia. Wajahnya sangat jelek. Ia sedang memintal benang. Ia memutar alat pemintal dengan ekornya yang sangat panjang. Jari-jari tangannya juga sangat panjang. Ia bekerja sambil berdendang:

"Nimi, nimi, crot,
Namaku Tom Tit Tot".

Inge hampir terlempar dari tempat duduknya, mendengar cerita raja. Ia terkejut, karena sangat gembira. Isi perutnya seolah-olah melonjak hingga ke dadanya. Tetapi ia tidak berkata sepatahpun.

Keesokan harinya, Hiii datang lagi untuk mengambil kapas. Wajahya jauh lebih menjijikan dari pada biasanya. Ia merasa akan menang, dapat membawa pergi permaisuri raja dari istana.

Petang harinya, Hiii datang membawa ke lima tukal benang. Ia tertawa, hingga mulutnya seperti mau sobek.

"Siapa namaku Inge?" tanya Hiii.

"Phillip," jawab Inge, sambil pura-pura takut membuat salah.

"Bukan!" teriak Hiii. Ekornya membelit-belit seperti asap rokok.

"Gaston!" seru Inge, lebih tegas.

"Salah besar sekali!" bantah Hiii, sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"Awas Inge, tinggal satu kali. Jika kali ini gagal, kau jadi milikku, kubawa lari ke hutan jadi isteriku!"

Hii meraih Inge dengan jarinya yang sangat panjang. Wajahnya tampak makin menjijikkan dan memuakkan. Inge mundur menghindari tangan Hiii dan menjawab setengah mengejek.

"Aku tahu namamu. Sekali ini tidak akan salah. Namamu adalah:

Nimi, nimi, crot,
Namamu Tom Tit Tot!"

Mendengar tebakan Inge betul, Hiii menjerit dan melompat secepat kilat ke arah pintu. Begitu cepat ia lari, hingga ujung ekornya hampir saja ketinggalan. Ia sangat malu, karena tak dapat menyembunyikan kekalahannya. Ujung ekor itu lenyap dari pandangan. Dan berakhir pula kelanjutan kisah ini.


TAMAT

1 comment: