Pages

Thursday, July 1, 2010

Kristina Di Tengah Hutan Salju - 4 Cerita Sebelum Tidur

Malam itu Kristina sedang duduk dengan ibunya. Di luar butir-butir salju berjatuhan. Dari ruang yang gelap itu Kristina memandang melalui kaca jendela. Kedua matanya yang besar itu menatap dalam-dalam ke malam yang kelam.

"Bua, apakah bayi Kristus akan datang malam ini?" tanya anak perempuan kecil itu.

Ibunya menarik napas panjang.

"Kau juga tahu khan?" ujar ibunya.

"Ayahmu turut ke medan perang dan belum juga pulang sampai sekarang ini. Pasti bayi Kristus itu sedang mencarinya sehingga kali ini tak dapat ke mari. Karena itulah kau harus berlaku manis dan mau tidur kalau sudah jamnya. Apalagi sekarang sudah dingin. Ibu akan ke kandang sejenak dan memerah susu hangat untukmu!"

Setelah itu ibunya pun keluarlah. Kristina berpikir-pikir sejenak. Lalu mengambil selendang panas ibunya dari sampirannya.

Sesudah melingkarkannya ke leher, berjalanlah ia dengan hati-hati ke luar pintu.

"Pasti bayi Kristus itu ada di suatu tempat," demikian pikirnya sambil berjalan.

"Karena itulah aku tak perlu takut mencarinya."

Lambat dan lembut, berjatuhan butir-butir salju di senja yang kelabu itu. Anak perempuan ini semakin jauh juga ke dalam hutan. Pohon-pohon nampaknya sangat takjub melihat anak yang sendirian itu.

Di tempat-tempat yang akan dilalui Kristina, ranting-ranting mereka terangkat dengan ramah untuk memberi jalan kepadanya. Ia melangkah terus di salju yang tebal itu.

Seringkali ia tersandung dahan serta cabang-cabang kering yang mencuat di sana sini. Lama kelamaan ia merasa letih. Lagi pula hari pun sudah mulai gelap.

"Di mana gerangan bayi Kristus itu? Seharusnya di sini, di dalam hutan ini."

"Aku ingin istirahat. Aku lelah sekali."

Maka duduklah ia di bawah sebatang pohon cemara. Pohon cemara itu besar sekali. Beberapa saat kemudian, ia melihat sesuatu yang sangat tinggi, besar dan hitam bergerak dan bergoyang-goyang menuju ke arahnya.

Seekor beruang!

Bukan main takutnya Kristina! Ia seolah-olah jadi lumpuh, tak bisa bergerak, apalagi melarikan diri. Beruang besar itu berdiri sejenak sambil memandang Kristina. Kelihatannya binatang ini sedang berpikir-pikir. Kemudian melangkahlah ia lambat-lambat mendekati anak perempuan itu. Lalu dengan tenangnya duduk di sebelah kanannya.

Sejenak kemudian, ranting-ranting gemeritik dan dari celah-celah belukar muncul seekor rusa. Binatang itu melihat-lihat dengan tercengang, lalu duduk di sisi kiri Kristina.

Nampak lagi seekor kelinci mungil. Ia meloncat-loncat mendekati mereka. Seekor tupai melompat turun dari atas pohon. Begitu juga seekor menjangan meloncat-loncat riang menuju ke situ. Dan tak lama kemudian semua binatang di hutan itu sudah berkumpul. Mereka duduk mengelilingi pohon cemara besar itu. Suasana sangat sunyi, tak ada yang bersuara.

Sekonyong-konyong, terdengarlah suara kibasan-kibasan sayap di udara, makin lama makin dekat. Maka turunlah sehimpunan burung segala jenis dari udara.

Setelah keadaan sunyi lagi, bangkitlah beruang besar itu. Lalu bertanya dengan suara dalam, "Sudah kumpulkah semua?"

"Sudah....!" jawab binatang-binatang serta burung-burung itu serempak.

Maka, berkatalah beruang itu selanjutnya, "Sejak bertahun-tahun kita berkumpul untuk menghadiri pesta besar di tempat ini, maka untuk pertama kali ikut hadir di tengah-tengah kita seorang anak manusia. Menurut kalian, apa yang harus kita lakukan terhadapnya?"

Semua unggas dan binatang-binatang itu memandang anak itu dengan mata yang bersinar lembut. Anak itu gemetar ketakutan kalau-kalau ia diusir.

Tiba-tiba seekor rusa bangun berdiri lalu berkata, "Benar bahwa kami golongan rusa banyak menjadi korban peluru dan jerat mereka. Tapi untuk yang satu ini, dia seorang anak kecil. Lagi pula ia bernama Kristina. Namanya saja telah menyebabkan kita tidak ingin mengusirnya. Alangkah baiknya dia diperbolehkan juga bersama kita. Setujukah kalian?"

Maka menggemalah suara unggas dan binatang-binatang itu menyatakan setuju.

Seekor kelinci mungil dan putih berteriak, "Tapi anak ini kedinginan. Aku akan duduk di kakinya untuk memberikan kehangatan dengan bulu-bulu tebalku ini!"

"Kami juga," seru dua ekor tupai.

"Kami akan menghangatkan kuping dan lehernya."

Keduanya pun melompat ke bahu anak perempuan ini, lalu ekor-ekor yang berbulu tebal menutupi leher, muka dan kepala Kristina.

Demikianlah ia duduk dengan nyaman dan hangat di tengah-tengah binatang-binatang peramah itu.

Sunyi..., sungguh sunyi tak ada yang bersuara. Dan Kristina tidak berani bertanya untuk apa mereka berkumpul di hutan ini.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengarlah bunyi-bunyi lonceng disertai kegaduhan-kegaduhan. Makin lama suara-suara itu makin dekat. Kemudian muncullah dari hutan yang gelap itu, seekor kuda, seekor keledai dan seekor unta. Kristina mengenal ketiga penunggang itu. Mereka adalah ketiga orang Majus yang alim itu.

Tiba di tempat mereka, melompatlah ketiga penunggang itu. Penunggang kuda yang pertama turun itu, menurunkan seorang anak laki-laki dari atas kudanya. Rambut anak kecil yang baru diturunkan itu berombak. Wajahnya berseri-seri.

Semua unggas dan binatang-binatang itu berlutut menyembahnya. Ia terus melangkah ke bawah pohon cemara, di mana Kristina duduk, lalu merentangkan sebelah tangannya.

Dan kemana saja telunjuknya terarah, muncullah sebuah bintang kemilau. Karena itu dalam sekejab saja, pohon cemara besar itu telah penuh ditaburi kelap kelip gemerlapan yang memantul dari ranting daun-daun. Cahayanya menerangi hutan itu dan menghangatkan keadaan sekeliling. Dalam pada itu, pantulan-pantulan cahaya berkelap kelip dari pasangan-pasangan mata binatang dan unggas-unggas itu.

Berkatalah anak itu, "Kaspar, Melkhior, Baltazar, pengabdi-pengabdi setiaku! Bawalah ke mari hadiah-hadiah itu."

Tampillah ketiga orang Majus itu dengan sukacita. Lalu mereka mengeluarkan hadiah-hadiah, rumput-rumput muda dan harum untuk rusa dan kijang. Daun-daun yang hijau segar untuk kelinci. Buah-buahan untuk tupai. Bulir-bulir gandum untuk burung-burung. Dan untuk beruang besar itu seguci besar berisi madu.

Ketika melihat hadiah itu, beruang ini sangat gembira. Dia mengambil guci itu, berdiri di atas kedua kaki belakangnya lalu menari-nari penuh sukacita.

Kelinci putih mungil itu tak dapat menahan hati. Dia ikut berdiri di atas kaki belakangnya, lalu turut menari-nari juga mengitari beruang. Kupingnya yang panjang lancip itu bergoyang-goyang berirama.

Anak laki-laki itu tertawa-tawa melihat kedua penari itu.

Tiba-tiba tampillah seekor rusa. Setelah menyembah di hadapan anak itu, berkatalah dia, "Oh, Tuan, di tengah-tengah kami terdapat pula seorang anak manusia. Pasti ia sangat kesepian. Itulah sebabnya di malam yang Kudus ini dia datang pada kami. Tidakkah ia memperoleh sesuatu?"

"Yatim piatukah dia?" tanya anak laki-laki itu seraya memandang Kristina dengan kedua buah matanya yang bersinar itu.

"Tidakkah kau menyusahkan ibumu yang sedang cemas memikirkan kehilangan anaknya? Yang sangat sedih membayangkan anaknya yang sedang tersesat di dalam kedinginan dan kegelapan itu?"

Kristina gemetar. Matanya basah oleh air mata.

"Di rumah kami juga dingin dan gelap. Ayah pergi ke medan perang dan belum juga pulang. Ibu sudah tak mempunyai uang dan lilin sebatang pun sudah tak terbeli untuk malam Kudus ini. Karena itu aku meninggalkan rumah untuk mencari bayi Kristus itu!" jawab Kristina dengan suara gemetar karena ketakutan.

Anak laki-laki itu memandang Kristina, lama dan penuh perhatian.

Kemudian sambil tersenyum berkatalah dia, "Aku tak lupa kepadamu. Akan tetapi mengapa kau di tengah-tengah binatang-binatang ini? Pulanglah hai anak manusia!"

Lalu ditutupnya mata Kristina dengan tangannya. Ketika Kristina membuka kembali kedua matanya, semuanya sudah lenyap. Tak ada lagi anak laki-laki itu. Ketiga orang Majus itu pun tak nampak. Begitu juga semua burung dan binatang itu.

Yang tinggal hanyalah cahaya yang tetap menerangi seluruh hutan itu. Tapi bukan bintang yang tadinya dipasang oleh anak aneh tadi, melainkan lampu dan obor yang dibawa oleh laki-laki yang sedang mencari sesuatu dalam hutan.

Kemudian Kristina merasa dirinya diangkat seseorang dan diselimuti dengan sebuah mantel. Bersamaan dengan itu, terdengarlah suara yang telah lama tak pernah didengarnya, tapi yang sangat dikenalnya.

"Ayah," kata anak perempuan ini tercengang.

"Ya, Kristina. Ayah telah kembali."

"Dan aku telah menemukan bayi Kristus itu!" ujarnya dengan gembira.

"Tapi kita dapat melihatnya hanya sekali selama hidup," ujar ayah Kristina.

"Maka itu kau tak boleh lagi mencarinya dalam hutan!"

"Kalau ada ayah, tentu aku takkan pergi kemana pun!"

Di ambang pintu, ibunya sedang menanti sambil menangis. Di dalam kamar berdirilah sebatang cemara mungil, kelap kelip bermandikan cahaya, sedangkan buah-buahaan bergantungan.

Ketika Kristina akhirnya tertidur, ia bermimpi tentang beruang besar dengan guci penuh madu dan kelinci mungil yang menari-nari riang.

No comments:

Post a Comment